
Padahal kata "bajak" itu sendiri jika dikaitkan dengan kiatan yang bersifat pelanggaran hukum mengandung arti yang sungguh berbeda seperti "bajak laut" atau kegiatan "penculikkan atau penahanan " yang bertujuan meminta "tebusan" yang sering kalai disertai dengan pembunuhan atau ancaman pembunuhan terhadap tahanan.
jadi kata "pembajakan" dalam industri rekaman (musik/film) adalah hal berlebihan atau "jauh panggang dari api".Pelanggaran hak cita sebenarnya bersifat perdata atau bersifat "ganti-rugi"(ekonomi) dan moral/etika inteliktual.kegiatan pelanggaran hak cipta seperti "plagiat", peniruan dan semacamnya secara langsung maupun tak lansung telah dihukum secara sosial jika terbukti dimana masyarakat cebderung akan mengecualikannya/meragukan kemampuan intelektualnya (kemampuan penciptanya) serta cenderung meragukan/malu untuk menkomsumsi barang tiruan.
Sekalipun masih cukup banyak masyarakat yang mengkonsumsi barang tiruan/palsu lebih kepada karena ketidaktahuan (bahwa yang dikonsumsinya adlah barang palsu) serta motif-motif ekonomis (lebih murah, mudah didapat dibanding barang aslinya dsb). Sihingga secara praktis untuk menghindari mengurangi peredaran barang-barang tiruan atau palsu ini adalah dengan memberi informasi mengenai barang-barang yang asli seluas-luasnya serta memembuat harga barang-barang yang asli ini lebih terjangkau oleh masyarakat luas bukannya menjadikan barang tersebut menjadi ekslusif/mahal.
Yang lebih penting dari fenomena kata 'pembajakan" ini adalah justru aspek hukum/legalnya. Masyarakat kita sampai sekarang ini masih suka sekali menggunakan kata/kalimat/konsep yang kurang sepadan dengan pengertian yang dimaksud/sebenarnya. Dengan melebih-lebihkan dan atau mengurangi bahkan memelintirkat maka arti yang dimaksud menjadi tidak tesampaikan. Akibatnya sering kali masalah yang sebenarnya sederhana dan jelas menjadi rumit dan kabur sehingga penyelesaiannya menjadi kabur.
Dalam proses Peradilan ketidak jelasan atau kerancuan semacam ini membuat tujuan hukum itu sendiri yaitu "kepastian" dan "keadilan" menjadi tak tercapai. Bagaimana ada kepastian kalau keputusan mejadi berlarut-larut dan tidak konsisten dengan kasus yang relatif sama. Atau seringkali kita mendengar kasus batal demi hukum karena tidak lengkap , tidak sah dan sebagainya.
Hukum yang sebenar-benarnya dan efektif lahir dari masyarakatnya sendiri. Banyaknya kerancuan di dalam tatanan dan proses hukum di tanah air kita ini adlah cerminan masyarakat kita sendiri yang kurang bersatu dan kurang keinginan untuk mendapatkan kebenaran/kejelasas/kepastian. Bangsa kita juga seringkali di cap sebagai bangsa yang ragu ragu (plin-plan). Untuk menjawb itu semua tidak ada jalan lain terkecuali membuktikan bahwa kepatian hukum mamang ada perbaikan dan peneggan seluruh pertangkat hukum yang ada. Dan itu semua dapat berjalan dengan diawali dengan keteladanan.
Pertanyaan terbesarnya adalah apakah pemimpin-pemimpin bangsa ini telah menjadi atau bisa menjadi teladan yang bijaksana (bijak dan adil) dan takut dan tunduk terhadap hukum itu sendiri. Atau masih sebaliknya, yang cenderung manipulatif, otoriter dsb. Ada idiom "kekuasaan yang tak terbatas cenderung korup".
2 Response to "Pembajakan"
heh, maen embat gambar ajeh,minta ijin doms !
Balaswah bung, ini kan dunia maya...siapapun boleh jadi Tuhan...dan Tuhan gak pernah minta ijin sama siapapun tuh ?
Balas